MlatenMania.com - Kupatan merupakan tradisi masyarakat Jawa yang dilakukan satu tahun sekali, tepatnya satu minggu setelah lebaran Idul Fitri atau tanggal 8 di bulan Syawal. Tradisi kupatan yang merupakan hasil dari percampuran ajaran Islam dan budaya Jawa tidaklah menjadi hal yang mengandung kemudharatan, tetapi kupatan bagi masyarakat dapat meningkatkan keimanan yang sekaligus digunakan untuk menjaga warisan leluhur.
Akulturasi Islam Dan Budaya Jawa
Akulturasi berasal dari bahasa Inggris yaitu acculturate yang artinya menyesuaikan diri (kepada kebiasaan asing atau adat kebudayaan baru). Menurut Koentjaraningrat Akulturasi adalah percampuran dua kebudayaan yang terbentuk melalui proses sosial antara budaya lokal dengan budaya asing sehingga bertranformasi menjadi kebudayaan baru tanpa menghilangkan kepribadian kebudayaan yang asli. Untuk memahami pengertian akulturasi dalam kontesk Islam maka perlu dipahami definisi Islam terlebih dahulu. Menurut Harun Nasution Islam adalah agama wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT melalui malaikat kepada nabi muhammad SAW untuk diajarkan kepada manusia, berisikan hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam. Dari penjelasan diatas yang dimaksud akulturasi Islam adalah proses percampuran budaya antara Indonesia dan Islam yang terjadi secara alami, sehingga menghasilkan kebudayaan Islam Indonesia tanpa menghilangkan jati diri budaya yang asli. Akulturasi Islam yang dimaksud dalam judul ini adalah proses percampuran budaya antara Islam dan budaya Jawa yang terjadi secara alamiah, seperti tradisi kupatan yang merupakan hasil dari percampuran budaya antara budaya Islam dan budaya Jawa yang mengandung nilainilai kearifan sosial.
Budaya berasal dari bahasa sansekerta budhayah yaitu bentuk jamak buddhi yang berarti budi atau akal manusia. Budaya juga bisa berarti keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat. Jawa secara geografis adalah suku bangsa Jawa yang mendiami sebagian pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur. Secara antropologi, suku bangsa Jawa adalah orang-orang yang secara turun temurun menggunakan bahasa Jawa, bertempat tinggal di Jawa tengah dan Jawa Timur, serta mereka yang berasal dari daerah-daerah tersebut. Berdasarkan penjelasan diatas, budaya Jawa dapat diartikan sebagai kebiasaan orang Jawa yang dituangkan menjadi tradisi yang terus dipertahankan dan dilestarikan oleh masyarakat Jawa hingga saat ini.
Tradisi Kupatan
Tradisi berasal dari bahasa latin tradition yaitu diteruskan atau kebiasaan. Dalam kamus antropologi tradisi merupakan kebiasaan yang bersifat magis religius dari kehidupan suatu penduduk asli yang meliputi nilai-nilai budaya, norma-norma, hukum dan aturanaturan yang saling berkaitan, kemudian menjadi suatu sistem atau peraturan yang sudah mantap serta mencakup segala konsepsi sistem budaya dari suatu kebudayaan untuk mengatur tindakan atau perbuatan manusia dalam kehidupan sosial. Ketupat atau Kupat adalah makanan khas dari bahan baku beras, dibungkus dengan janur atau daun kelapa yang dianyam berbentuk segi empat (diagonal). Janur sendiri berasal dari bahasa arab "Ja’a nur" (telah datang cahaya), sedangkan masyarakat Jawa mengartikannya Janur dengan kata "Sejatine Nur" (keadaan suci manusia setelah mendapat pencerahan iman dalam perjalanan spiritual selama bulan ramadhan). Bentuk fisik kupat yang segi empat ibarat "hati" manusia. Saat orang mengakui kesalahannya maka hatinya seperti ketupat yang dibelah yaitu putih bersih, tanpa iri dan dengki. Dalam filosofi Jawa ketupat merupakan kependekan dari "ngaku lepat" (mengakui kesalahan) dan "laku papat" (empat tindakan). Sehingga yang dimaksud tradisi kupatan adalah tradisi atau kebiasaan yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa sebagai ucapan rasa syukur setelah menunaikan puasa Ramadhan dan puasa Syawal selama enam hari berturut-turut pada bulan Syawal. Tradisi kupatan juga dimaknai sebagai kegiatan sosial yang dilakukan masyarakat Jawa untuk memperoleh keselamatan dan ketentraman bersama. Menurut Clifford Geertz kupatan adalah tradisi selametan kecil suku Jawa yang dilaksanakan pada hari ketujuh bulan syawal.
Masyarakat Jawa dalam kehidupannya penuh dengan upacara. Upacara masyarakat Jawa pada mulanya dilakukan untuk menangkal pengaruh buruk dari kekuatan gaib yang dianggap dapat membahayakan kelangsungan hidup manusia. Sehingga dalam kepercayaan lama, upacara dilakukan dengan membuat sesaji kepada kekuatan gaib tertentu dengan harapan dapat hidup selamat. Secara antropologi budaya, masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang selalu menjunjung nilai-nilai tradisi nenek moyang. Tradisi ini tidak dapat terlepas dari kehidupan masyarakat, dimana nilai-nilai ini merupakan bukti dari legitimasi masyarakat terhadap budaya. Tradisi yang sarat akan nilai-nilai budaya luhur telah diwariskan oleh nenek moyang dan tentu harus dilestarikan oleh masyarakat sekitar.
Kehidupan sebagian masyarakat Jawa sebagaimana dijelaskan diatas tidak dapat terlepas dari tradisi diantaranya adalah selamatan. Para antropolog yang mayoritas mempelajari dan mendalami masyarakat Jawa berpendapat bahwa selamatan merupakan jantung dari agama Jawa. Secara umum, tujuan selamatan adalah untuk menciptakan rasa aman, sejahtera, dan terbebas dari gangguan makhluk lain. Sehingga setelah melakukannya akan mendapatkan keselamatan, baik bagi yang masih hidup ataupun yang telah meninggal dunia. Upacara selamatan dapat digolongkan menjadi empat macam sesuai dengan kejadian atau peristiwa yang ada dalam kehidupan sehari-hari. Pertama, selamatan dalam lingkungan hidup seseorang, seperti tujuh bulanan kehamilan, kelahiran, potong rambut pertama, khitanan, dan peringatan orang mati. Kedua, selamatan yang berkaitan dengan bersih desa, mengelola lahan pertanian, dan selametan setelah panen. Ketiga, selamatan yang berkaitan dengan hari dan bulan besar Islam. Keempat, selamatan yang berkaitan dengan hari tertentu. Seperti saat bepergian jauh, menempati rumah baru, menolak balak, dan sebagainya.
Selamatan yang berhubungan dengan hari dan bulan besar Islam dilakukan dengan berbagai macam bentuk tradisi, salah satunya yaitu Kupatan. Tradisi Kupatan merupakan salah satu bentuk warisan budaya leluhur yang masih dilaksanakan dan dilestarikan hingga saat ini terutama oleh masyarakat Jawa. Tradisi Kupatan diyakini dapat mendatangkan berkah bagi kehidupan. Menurut Fadli, tradisi kupatan juga banyak memberikan nilai-nilai kearifan budaya masyarakat yang didalamnya dapat diteladani dan diinternalisasi oleh generasi muda. Tradisi Kupatan mendorong masyarakat untuk lebih mengedepankan prinsip kearifan lokal yang tidak hanya dominan pada orientasi agama, tetapi juga berorientasi pada sosial. Dengan demikian sekat antara agama dan status sosial dapat melebur menjadi satu dan mewujud menjadi rasa saling menolong, menghormati, menghargai, tentram dan damai antar masyarakat. Sehingga pada saat dilaksanakannya tradisi kupatan, masyarakat muslim Jawa umumnya membuat ketupat untuk diantarkan ke tetangga dan sanak saudara dengan tujuan sebagai simbol kebersamaan dan lambang kasih sayang yang dapat mempererat hubungan silaturahmi antar masyarakat.
Tradisi kupatan dalam sejarah telah berlangsung sejak abad ke 15 pada masa kekuasaan kesultanan Demak. tradisi ini dibawa oleh Sunan Kalijaga yang diadopsi dari upacara kenduri. Menurut Herusatoto dalam Jurnal Pendidikan sosial dan budaya, upacara kenduri yang sering dilakukan oleh orang Jawa merupakan fenomena yang tidak terlepas dari ikatan sejarah kepercayaankepercayaan masyarakat Jawa itu sendiri. Upacara kenduri atau bisa disebut juga selamatan dimaksud sebagai upacara simbolis untuk memperoleh keselamatan dan sebagai ucapan rasa syukur. Menurut sejarah, kenduri pada awalnya bersumber dari kepercayaan animisme dan dinamisme. Sehingga dari penjelasan tersebut kupatan merupakan adopsi dari upacara kenduri yang telah lama dilakukan oleh masyarakat jawa kemudian dikembangkan oleh Sunan kalijaga sebagai upacara keagamaan yakni tradisi kupatan.
Pelaksanaan kupatan dari sebagian sumber menyatakan jika kupatan dikenalkan oleh Sunan Kalijaga dan Raden Fatah dengan dua versi kepada masyarakat Jawa, yaitu lebaran (bada) Idul Fitri dan lebaran ketupat. Lebaran Idul Fitri dilaksanakan pada tanggal 1 Syawal setelah umat Muslim melaksanakan ibadah puasa selama satu bulan penuh di bulan Ramadhan. Lebaran idul Fitri dimaknai dengan prosesi pelaksanaan shalat id hingga tradisi saling berkunjung dan memaafkan sesama muslim. Setelah itu, beliau menganjurkan masyarakat Muslim Jawa generasi awal untuk kembali berpuasa Sunnah selama 6 hari, yaitu sejak 2 Syawal hingga 7 Syawal. Selepas menjalani puasa sunah selama enam hari itulah, dirayakan kembali "lebaran syawal" atau "lebaran ketupat". Tradisi ini pada gilirannya menyebar ke berbagai pelosok Nusantara beriringan dengan menyebarnya agama Islam di wilayah itu. Maka tidaklah heran jika tradisi kupatan ini pun akan banyak dijumpai di wilayah-wilayah lain di luar masyarakat muslim Jawa, tentu dengan istilah yang berbeda-beda dan berbagai macam variasi ritual perayaan yang berbeda-beda pula. Seperti halnya yang dikatakan Geertz bahwa kupatan merupakan tradisi selametan kecil yang dilaksanakan pada hari ke 7 bulan Syawal. Namun dalam pelaksanaannya, kupatan di berbagai daerah berbeda-beda.
Demikian artikel mengenai Tradisi Kupatan : Akulturasi Islam Dan Budaya Jawa, mudah-mudahan bermanfaat.
Komentar0
Tinggalkan komentar Anda disini: