TpG6BSAiBUYlBUY5TUr5GfriGi==

Bahas Fenomena Vaping Di Indonesia

 MlatenMania.com - Vaping merupakan fenomena yang akhir-akhir ini sedang tren terutama di perkotaan. Kata vaping berasal dari bahasa Inggris yang kata dasarnya adalah vape. Bagi masayarakat Indonesia vaping lebih dikenal dengan istilah ngevape

Bahas Fenomena Vaping Di Indonesia

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata vaping memang tidak ditemukan. Namun jika ditelusuri kata dasarnya didapatlah pengertian sebuah rokok elektronik yang berbentuk seperti pena, terdiri atas baterai cas ulang dan tabung isi ulang berupa cairan, kadang disertai pipa untuk menghisap, dapat dipakai berkali-kali, dan tersedia dalam berbagai rasa (Sudana et al., 2017; KBBI Daring, 2016).

Saffari & Daher (2014), mengatakan bahwa vape merupakan sebuah rokok elektrik yang ditujukan sebagai pengganti rokok konvensional. Alasan yang pertama berdasarkan segi kandungannya, Vape lebih minim efek samping karena dikategorikan tidak mengandung Tar meskipun tetap mengandung nikotin dari cairan (liquid). Lalu dari segi pembakarannya vape tidak menggunakan tembakau, melainkan cairan (liquid). Cairan tersebut akan menghasilkan uap nikotin sehingga memiliki sensasi yang sama seperti merokok.

Sejarah Rokok Elektrik

Sejarah penggunaan rokok elektrik memang tidak terlepas kaitannya dengan sejarah penggunaan rokok. Menurut Primadia (2019), sejarah rokok bermula dari penduduk asli Amerika (Maya, Aztec, Indian) yang menghisap tembakau dengan pipa sejak abad ke-15. Pada masa itu merokok ditujukan untuk mempererat persaudaraan saat berkumpul dengan suku lainnya. Pada abad ke-16, suku Indian mulai memperkenalkan rokok kepada orang-orang sekitar hingga bertemu dengan rombongan Christoper Colombus yang sedang menjelajahi dunia. Colombus kemudian membawa tembakau dan budayanya ke Benua Eropa yang akhirnya menjadi kebiasaan bagi kalangan bangsawan Eropa. Lalu pada awal abad ke-17, John Rolfe seorang bangsawan eropa mencoba membudidayakan tembakau dan mengekspor hasil panennya ke Virginia, Inggris hingga Amerika. Waktu ke waktu berlalu, perdagangan rokok mulai meluas hingga masuk ke Turki dan mulai menjadi kebiasaan pada negara-negara islam lainnya.

Sementara itu, bagi masyarakat Indonesia yang sebelumnya memiliki tradisi mengunyah pinang, menghisap tembakau merupakan sebuah inovasi baru pada awal kemunculannya. Sunaryo (2013), menyebutkan bahwa menghisap tembakau merupakan budaya yang diadopsi dari masyarakat Barat dan kemudian dilokalkan dengan menambah ramuan saus dan cengkeh, sehingga terciptalah rokok kretek yang kini menjadi warisan budaya Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu masyarakat Indonesia pun mulai mengadopsi kebiasaan merokok para bangsawan dan penjajah. Berdasarkan beberapa sumber sejarah, laporan dari para utusan VOC menyebutkan bahwa Sultan Agung seorang raja kesultanan Mataram juga menghisap rokok menggunakan pipa.

Beranjak dari sejarah rokok konvensional, kurang lebih dua dekade terakhir mulai lah dikenal rokok elektrik (vape). Berdasarkan Consumer Advocates for Smoke Free Alternative, rokok elektrik ternyata sudah ada sejak tahun 1930, terbukti dari ditemukannya sebuah dokumen berisi hak paten rokok elektrik untuk Joseph Robinson. Namun rokok elektrik buatannya tidak pernah ditemukan sehingga tidak jelas apakah benda tersebut telah dibuat. Pada tahun 1960-an Herbert A Gilbert dianggap sebagai penemu pertama sebuah perangkat yang mirip dengan rokok elektrik. Namun pada akhirnya rokok tersebut gagal dikomersilkan tanpa adanya alasan yang jelas (Reditya, 2021). Setelah perjalanan panjang, pada tahun 2003 rokok elektrik akhirnya berhasil dibuat dan dikomersilkan oleh seorang ahli farmasi dari Tiongkok bernama Hon Lik. Salah satu tujuan Hon Lik menciptakan rokok elektrik ini adalah agar ia bisa berhenti merokok setelah ayahnya yang juga seorang perokok berat meninggal dunia akibat kanker paru-paru (Tedjasukmono, W., & Susanto, 2019).

Perkembangan rokok elektrik tergolong cukup pesat jika ditelusuri dari awal peluncurannya di Bangkok pada tahun 2003. Kemudian diperkenalkan oleh Tiongkok kepada Amerika di tahun 2007, hingga akhirnya semakin tersebar luas di seluruh penjuru dunia. Berdasarkan survey pada tujuh Negara khusus penyumbang 75% dari omset harga konsumen rokok elektrik global (Rusia, Jerman, Inggris, Belanda, Prancis, Itali dan Korea Selatan), sebagaimana terlihat pada Gambar 1, terdapat peningkatan pengguna rokok elektrik hampir dua kali lipat dari tahun 2013 sampai 2015, yaitu sebesar 0,9% menjadi 1,7%.

Bahas Fenomena Vaping Di Indonesia

Seiring dengan semakin luas penjualannya di dunia, rokok elektrik akhirnya masuk ke Indonesia pada tahun 2010. Rokok elektrik kemudian semakin populer di kalangan masyarakat karena beredarnya kabar bahwa rokok elektrik lebih minim efek samping untuk kesehatan. Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey, pada tahun 2011 jumlah pengguna rokok elektrik di Indonesia adalah 0,3%. Namun karena munculnya isu-isu negatif terhadap bahaya vape, penjualannya sempat menurun pada tahun 2014. Kemudian karena kurang terbuktinya isu negatif tersebut, dalam tempo hanya sekitar 2 tahun penggunanya kembali mengalami kenaikan pada tahun 2016 menjadi 1,2%. Tepat 1 juni 2022 lalu, kementrian kesehatan kembali merilis hasil survey Global Adult Tobacco Survey untuk tahun 2021. Hasil survei menampakkan adanya kenaikan jumlah perokok elektrik mencapai 10 kali lipat, dihitung dari 0,3% pada tahun 2011 menjadi 3% di tahun 2021 (Rokom, 2022).

Maraknya penggunaan rokok elektrik di Indonesia menjadikan fenomena tersebut sering dijumpai terutama di sejumlah tempat nongkrong. Salah satunya adalah coffee shop. Menurut Sentoso & Poniman (2015), coffee shop merupakan suatu tempat yang menyediakan beragam kopi, makanan serta alunan musik dan suasana yang nyaman. Adanya kebiasaan minum kopi ditemani rokok ataupun vape juga turut menjadi salah satu alasan ditemukannya fenomena vaping atau ngevape di coffee shop. Zulmanarif (2020), menyebutkan bagi kebanyakan penikmat kopi, rokok merupakan teman wajib yang tidak terpisahkan. Berdasarkan riset dari Prof. Marcus Monafo dari Universitas Bistrol, hal tersebut dikarenakan caffeine pada kopi dapat membantu fokus, sedangkan nikotin pada rokok dan vape dapat membuat tubuh menjadi rileks. Efek yang ditimbulkan itulah yang menjadikan rokok ataupun vape kerap disandingkan dengan kopi.

Menarik juga memperhatikan, bahwa dari segi penggunanya vape atau rokok elektrik ternyata digunakan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Berdasarkan laporan Global Adult Tobacco Survey tahun 2021, prevalensi rokok elektrik di kalangan perempuan tercatat 0,3% dan laki-laki 5,8% (Bayu, 2022). Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa secara kebudayaan terdapat pandangan yang berbeda tentang gender dalam kaitan kegiatan merokok ataupun ngevape. Aktivitas merokok ataupun ngevape sebenarnya merupakan suatu kebiasaan yang dapat menggangu kesehatan baik laki-laki maupun perempuan, akan tetapi nilai dan estetika sosial dari aktivitas tersebut diterapkan sangat berbeda kepada laki-laki dan perempuan. Di Indonesia sendiri, mayoritas budaya menganggap merokok ataupun ngevape dipandang tidak pantas dilakukan oleh perempuan, Namun sebaliknya bagi laki-laki merokok justru dilambangkan sebagai kejantanan yang sejati dan patut dibanggakan (Kasiyan, 2008).

Demikian artikel mengenai Bahas Fenomena Vaping Di Indonesia, mudah-mudahan bermanfaat untuk semuanya. Sekian dan terimakasih.

Komentar0

Tinggalkan komentar Anda disini:

Type above and press Enter to search.