
Table of Contents
MlatenMania.com - Kol atau kubis merupakan tanaman sayur berupa tumbuhan berbatang lunak yang dikenal sejak jaman purbakala (25002000 SM) dan merupakan tanaman yang dipuja dan dimuliakan masyarakat Yunani Kuno. Kubis atau kol dengan nama latin (Brassica Oleracea) pada mulanya merupakan tumbuhan liar di daerah subtropik. Tanaman ini berasal dari daerah Eropa yang ditemukan pertama di Cyprus, Italia dan Mediteranian. Tanaman kubis termasuk dalam golongan tanaman sayuran semusim atau umur pendek. Tanaman kubis hanya dapat berproduksi satu kali setelah itu akan mati. Pemanenan kubis dilakukan pada saat umur kubis mencapai 60 – 80 hari setelah tanam.
Klasifikasi Tanaman Kubis
Klasifikasi dari tanaman kubis adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dycotyledoneae
Bangsa : Papavorales
Suku : Cruciferae (Brassicaceae)
Marga : Brassica
Jenis : Brassica oleracea L. var. capitata
Umumnya tanaman kubis merupakan tanaman semusim (anual) yang berbentuk perdu. Dengan susunan organ tubuh utama batang daun, bunga, buah, biji dan akar, sistem perakaran tanaman ini relatif dangkal yaitu menembus pada kedalaman tanah antara 20-30 cm. Tanaman kubis memiliki batang yang pendek dan banyak mengandung air (herbaceuos). Batang tersebut berwarna hijau, tebal dan lunak dan cukup kuat. Tanaman ini memiliki batang yang bercabang yang tidak begitu tampak, yang ditutupi daun-daun yang disekelilingi batang hingga titik tumbuh, dan terdapat helaian daun yang bertangkai pendek. Daun-daun atas pada fase generatif akan saling menutupi satu sama lain membentuk krop (Rukmana, 1994).
Bentuk daun tanaman kubis yaitu bulat telur sampai lonjong dan lebar seperti kipas. Sistem perakaran kubis agak dangkal, akar tunggangnya segera bercabang dan memiliki banyak akar serabut (Edi dan Bobihoe, 2010). Daun bagian luar ditutupi lapisan lilin dan tidak berbulu. Daun bagian bawah tumbuhnya tidak membengkok, dapat mencapai panjang sekitar 30 cm, daun-daun muda berikutnya mulai membengkok menutupi daun mudah yang ada diatasnya. Pada fase pertumbuhan daun ini akan terbentuk krop (Pracaya, 2001). Kadang karena besarnya tekanan daun-daun muda yang terbentuk di bagian dalam tanpa diimbangi dengan mengembangnya daun tersebut mengakibatkan kepala krop pecah. Keadaan ini bisa terjadi ketika tanaman akan berbunga. Bunga dari tanaman ini merupakan kumpulan masa bunga yang berjumblah 500 kuntum, bunga kubis merupakan bunga sempurna yang memiliki putik dan benang sari (Balai Penelitian Hortikultura, 1993).
Di Indonesia pembungaan kubis hanya dapat dirangsang dengan cara pengaturan suhu rendah (vernalisasi) pada suhu 0−4 °C selama 1–2 bulan. Dari ketiak daun akan keluar tangkai bunga tumbuh ke sebelah atas. Struktur bunga kubis terdiri atas 4 helai kelopak daun berwarna hijau, 4 helai daun mahkota berwarna kuning-muda, 4 helai benang sari bertangkai panjang, 2 helai benang sari bertangkai pendek, dan 1 buah putik yang beruang dua. Selama 1–2 bulan tanaman kubis dapat berbunga terus dan bunga yang dihasilkan mencapai lebih dari 500 kuntum. Tanaman kubis termasuk mudah sekali kawin silang, tapi sukar untuk mengadakan penyerbukan sendiri. Buah buahan kubis berbentuk polong, panjang dan ramping berisi biji. Biji-bijinya bulat kecil berwarna coklat sampai kehitam-hitaman. Biji-biji inilah yang digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman kubis (Rukmana, 1994).
Syarat Tumbuh Tanaman Kubis
Kubis adalah tanaman dwi-musim yang dapat juga ditanam sebagai tanaman semusim. Kubis dapat tumbuh dengan sangat baik pada ketinggian tempat lebih dari 750 m di atas permukaan laut. Tanah remah yang berdrainase baik dan dengan kandungan bahan organik yang tinggi diperlukan untuk penanaman kubis. Kubis toleran terhadap beberapa jenis tanah dengan pH netral, akan tetapi pada tanah yang masam, kubis masih dapat tumbuh dengan baik (Ashari, 2006). Pada dataran rendah kubis juga memiliki potensi untuk dikembangkan, karena peluang pasar yang terbuka lebar (Edi dan Bobihoe, 2010).
Waktu tanam yang baik untuk kubis adalah pada awal musim hujan atau awal musim kemarau. Namun demikian kubis dapat ditanam sepanjang tahun dengan pemeliharaan yang intensif (Sumpena, 2010). Penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa tanaman kubis akan memberikan hasil terbaik pada keadaan banyak hujan, karena kelembaban tanah merupakan faktor kritis pertumbuhan tanaman kubis. Suhu optimum untuk pertumbuhan kubis adalah 15-20 oC (Suwandi, Hilman dan Nurtika, 1993).
Budidaya Tanaman Kubis
Peningkatan terhadap produktivitas kubis dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah teknik dalam budidaya tanaman kubis. Budidaya tanaman kubis yang dapat dilakukan antara lain adalah:
Persemaian
Sebelum disemai, benih kubis direndam terlebih dahulu dalam larutan Frevikur N (0,15%) selama ± 2 jam, kemudian dikeringkan. Benih disebar merata pada bedengan/tempat penyemaian dengan media tanah dan pupuk organik 1:1, lalu ditutup dengan daun pisang selama 2-3 hari. Bedengan persemaian diberi naungan/atap dari kassa plastik transparan untuk menghindari organisme pengganggu tanaman (OPT). Setelah berumur 7-8 hari, bibit dipindahkan ke dalam bumbunan daun pisang/pot plastik dengan media yang sama yaitu tanah dan pupuk organik steril. Kemudian penyiraman dilakukan setiap hari sampai bibit siap ditanam di lahan yaitu setelah berumur 3-4 minggu atau sudah memiliki 4-5 helai daun (Edi dan Bobihoe, 2010). Pada kubis tunas, tanaman langsung ditanam dengan stek tunas tanpa penyemaian. Tunas langsung ditanam dengan jarak 70-90 cm antar barisan dan 90 cm antar tanaman (Susila, 2006).
Pengolahan Tanah dan Penentuan Jarak Tanam
Lahan yang dipilih untuk penanaman kubis adalah lahan yang bukan bekas penanaman tanaman dari bangsa kubis. Sisa tanaman dikumpulkan lalu dikubur, kemudian tanah dicangkul hingga gembur. Dibuat lubang tanam dengan jarak 70 cm (antar barisan) x 50 cm (dalam barisan) atau 60 x 40 cm. Bila pH tanah kurang dari 5,5 maka harus dilakukan pengapuran menggunakan kalsit atau dolomit dengan dosis 1,5 ton/ha dan diaplikasikan 3-4 minggu sebelum tanam atau bersamaan dengan pengolahan tanah kedua (Edi dan Bobihoe, 2010).
Bagi tanah subur di daerah pegunungan, pencangkulan dilakukan sekali saja, sebaliknya di daerah yang tanahnya agak berat sebaiknya dikerjakan dua kali atau lebih dan dilakukan lebih dalam. Setelah dicangkul, biarkan tanah tersebut mendapat sinar matahari 7-10 hari baru dilakukan pencangkulan kedua sekaligus diratakan dan dibentuk bedengan-bedengan. Ukuran bedengan 120x300 cm. Diantara bedengan itu dibuat semacam jarak yang berukuran 30 cm. Tanah yang dipersiapkan perlu diberi pupuk organik 5 kg/m2. Tanah untuk penanaman ini harus dibuat saluran drainase (Susila, 2006).
Penanaman
Kubis telur hendaknya ditanam pada permulaan musim kemarau, agar terhindar dari berbagai macam penyakit dan hama di musim penghujan. Pilih bibit yang tumbuh sehat dan kuat. Bibit tersebut hendaknya dimasukkan ke dalam tanah sehingga leher akar pun ikut tertanam sedikit ke dalam tanah, supaya tanaman tumbuh lebih tinggi sebelum membentuk krop. Sedangkan bibit berupa stek, tunas yang kuat disayat bersama sekerat kulit batangnya. Tunas-tunas ini akan tumbuh, setelah batang dipotong telurnya (Susila, 2006).
Pemupukan
Pupuk yang digunakan berupa pupuk organik dan pupuk buatan. Pupuk buatan berupa Urea 100 kg, ZA 250 kg, SP-36 250 kg dan KCl 200 kg/ha. Untuk tiap tanaman diperlukan Urea sebanyak 4 g, ZA 9 g, SP-36 9 g, dan KCl 7 g. Pupuk organik 1 kg, setengah dosis pupuk N (Urea 2 g, ZA 4,5 g), pupuk SP-36 9 g dan KCl 7 g) diberikan sebelum tanam pada setiap lubang tanam sebagai pupuk dasar. Sisa pupuk N (Urea 2 g dan ZA 4,5 g/tanaman) diberikan pada saat tanaman berumur 4 minggu (Edi dan Bobihoe, 2010).
Pemeliharaan Tanaman
Penyiraman dilakukan setiap hari sampai kubis tumbuh normal, kemudian diulang sesuai kebutuhan. Bila ada tanaman yang mati, segera disulam, dan penyulaman dihentikan setelah tanaman berumur 10-15 hari setelah tanam. Penyiangan dan pendangiran dilakukan bersamaan dengan pemupukan pertama dan kedua (Edi dan Bobihoe, 2010).
Pendangiran harus dilakukan dengan hati-hati, dan tidak perlu terlalu dalam karena dapat merusak akar. Pada saat pendangiran bisa sekaligus dilakukan penyiangan terhadap tumbuh-tumbuhan atau rumput-rumput liar (Susila, 2006).
Pengendaian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Organisme pengganggu tanaman (OPT) yang menyerang tanaman kubis antara lain ulat daun kubis, ulat krop kubis, bengkak akar, busuk hitam, busuk lunak, bercak daun dan penyakit embun tepung. Pengendalian OPT dilakukan tergantung pada OPT yang menyerang. Beberapa cara yang dapat dilakukan antara lain adalah bila terdapat serangan bengkak akar pada tanaman muda, tanaman dicabut dan dimusnahkan. Kalau terpaksa menggunakan pestisida, gunakan jenis pestisida yang aman mudah terurai seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus dilakukan dengan benar baik pemilihan jenis, dosis, volume semprot, cara aplikasi, interval dan waktu aplikasinya (Edi dan Bobihoe, 2010).
Panen dan pascapanen
Kubis dapat dipanen setelah kropnya besar, penuh dan padat. Bila pemungutan terlambat krop akan pecah dan kadang-kadang busuk. Pemungutan dilakukan dengan memotong krop berikut sebagian batang dengan disertakan 4-5 lembar daun luar, agar krop tidak mudah rusak. Produksi kubis dapat mencapai 15-40 ton/ha (Edi dan Bobihoe, 2010). Tanaman kubis mulai bisa dipanen setelah berumur lima bulan karena sudah tua. Sedangkan kubis layur sudah bisa mulai dipanen pada umur tiga bulan. Pada saat memanen kubis layur, anakan batang bawah yang sudah dipangkas dibiarkan tumbuh terus, dengan maksud untuk memelihara anakan yang bisa distek sebagai bibit untuk musim tanam berikutnya (Susila, 2006).
Penyakit Tanaman Kubis
Penyakit pada tanaman kubis yang menyebabkan abnormalitas tanaman dapat disebabkan baik oleh faktor abiotik yang noninfeksius atau tidak dapat ditularkan dari satu tanaman ke tanaman lain, maupun faktor biotik seperti bakteri, jamur, virus, dan nematoda yang dapat menular. Penyakit pada tanaman kubis yang disebabkan oleh jamur antara lain adalah penyakit akar gada, penyakit bercak daun alternaria, penyakit bercak daun cercosopora dan penyakit tepung berbulu. Sedangkan penyakit pada tanaman kubis yang disebabkan oleh bakteri antara lain adalah penyakit busuk lunak dan penyakit busuk hitam.
Penyakit Akar Bengkak/Akar Gada
Penyakit akar bengkak atau akar gada disebabkan oleh cendawan Plasmodiophora brassicae Wor. yang termasuk kelas jamur lendir. Infeksi cendawan ini menyebabkan terjadinya pembengkakan pada akar, yang mengkibatkan rusak dan membusuknya susunan jaringan akar sehingga tanaman tidak dapat tumbuh secara normal (Pracaya, 1997). Pada tahun 1993 dan 1994 dilaporkan bahwa daerah pencar penyakit akar gada sudah meluas di pusat produksi tanaman kubis di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan (Djatnika, 1993).
Klasifikasi dari patogen jamur penyebab penyakit akar gada pada tanaman kubis dimasukkan ke dalam kerajaan Fungi, filum: Plasmodiphoramycota, kelas: Plasmodiphoramycetes, ordo: Plasmodiophorales, familia: Plasmodiophoraceae, genus: Plasmodiophora, spesies: Plasmodiophora brassicae Wor. (Sudarma, 2016).
Penyakit akar gada dapat menyerang bermacam tumbuhan dari famili Cruciferae, baik tanaman pertanian maupun tanaman liar. Kerugian yang ditimbulkannya dapat sangat besar, karena pertanaman sama sekali tidak memberikan hasil yang dapat dijual (Semangun, 1989). Di negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan, kerusakan pada tanaman dari famili Cruciferae yang diakibatkan oleh penyakit akar gada berkisar antara 50-100% sedangkan di Indonesia, kerugiannya ditaksir mencapai Rp. 2,8 milyar setiap musim (Djatnika 1993).
Jamur penyebab penyakit akar gada P. brassicae Wor. membentuk spora tahan yang berbentuk bulat, hialin, dan garis tengahnya dapat mencapai 4 μm. Spora tahan ini dapat berkecambah dalam medium yang sesuai, membengkak sampai mencapai ukuran beberapa kali dari ukuran semula, dan biasanya menjadi satu spora kembara (zoospora). Sampai sekarang belum diketahui pasti dengan cara bagaimana infeksi terjadi. Tidak ada bukti bahwa jamur dapat hidup sebagai saprofit dalam tanah tetapi tanah tetap terinfeksi oleh jamur selama 10 tahun atau lebih, meskipun di situ tidak terdapat tumbuhan inang. (Semangun, 1989).
Penyebab penyakit akar gada dapat tersebar setempat oleh air drainase, alat-alat pertanian, tanah yang tertiup angin, hewan, dan bibit-bibit. Pupuk kandang dapat menyebarkan penyakit ini, karena sisa-sisa kubis biasanya dipakai petani untuk makanan ternak. Jamur ini dapat bertahan hidup dalam saluran pencernaan ternak, sehingga pupuk kandang terinfeksi (Suryaningsih, 1981).
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi penyakit ini adalah suhu udara 25-30 oC, tanah yang lembab atau basah, kadar bahan organik yang tinggi, dan pH yang lebih rendah dari tujuh (Semangun 1989). Selain itu, penanaman kubis atau jenis Cruciferae lainnya secara terus menerus pada lahan yang sama akan meningkatkan populasi P. brassicae Wor. (Djatnika, 1984).
Tanaman kubis yang terserang oleh P. brassicae akan jelas terlihat pada keadaan cuaca panas atau siang hari yang terik, yaitu daun-daunnya layu seperti kekurangan air. Namun, pada malam hari atau pagi hari akan menjadi segar kembali. Lambat laun pertumbuhan tanaman terhambat hingga kerdil dan tanaman kubis tidak dapat membentuk krop dan akhirnya mati Akar-akar yang terinfeksi jamur penyebab penyakit ini akan mengadakan reaksi dengan pembelahan dan pembesaran sel, yang menyebabkan terjadinya bintil atau kelenjar yang tidak teratur. Seterusnya bintil-bintil ini bersatu, sehingga menjadi bengkakan memanjang yang mirip dengan batang atau gada (Djatnika, 1993).
Rusaknya susunan jaringan akar menyebabkan rusaknya jaringan pengangkut, sehingga pengangkutan air dan hara tanah terganggu. Tanaman tampak merana, daundaun berwarna hijau kelabu, dan lebih cepat menjadi layu daripada daun-daun sehat. Meskipun demikian, alam banyak kejadian akar-akar sudah sangat rusak pada saat gejala pada bagian di atas tanah mulai tampak (Semangun, 1989).
Bercak Daun Alternaria
Penyakit bercak daun Altenaria disebabkan oleh jamur Alternaria brassicae (Berk.) Sacc. dan Alternaria brassicicola (Schwein). Eiltshire. Ada 299 spesies terdaftar dalam genus, dan sangat banyak spesies Alternaria adalah saprofitis yang umumnya ditemukan dalam tanah atau pada jaringan tanaman yang telah membusuk. Perbanyakan jamur Alternaria adalah secara vegetatif terjadi melalui spora konidial, tular udara dan ditemukan dalam tanah dan air, seperti halnya di dalam dan pada objek. Rekombinasi seksual terjadi sangat jarang.
Klasifikasi dari patogen jamur penyebab penyakit bercak daun alternaria pada tanaman kubis dimasukkan ke dalam kerajaan: Fungi, filum: Ascomycota, kelas: Dithideomycetes, ordo: Pleosphorales, familia: Pleosphoraceae, genus: Alternaria, spesies: Alternaria brassicae (Berk.) Sacc. dan Alternaria brassicicola (Schwein) Wiltshire. (Sudarma, 2016).
Jamur penyebab penyakit bercak daun alternaria dimungkinkan tular benih. benih mungkin terkontaminasi dengan spora tular permukaan atau bagian dalam terinfeksi oleh jamur. Spora pada permukaan benih dapat tertinggal sampai 2 tahun, dan kalau kontaminasi bagian dalam, miselium jamur dapat tinggal lebih dari 12 tahun. Jamur dapat juga bertahan hidup dalam sisa tanaman kubis yang terinfeksi dalam tanah atau pada gulma kubis. Pemencaran spora terjadi selama musim panas, bagian hari yang kering, tetapi perkecambahan spora terjadi ketika permukaan daun basah. Penyakit didukung oleh cuaca hangat, basah dengan suhu optimum 25 dan 30 oC.
Jamur Alternaria, umumnya menyerang inang yaitu bagian diatas tanah. Pada daun sayuran, gejala infeksi Altenaria bentuknya mulai dari kecil, melingkar, bercak gelap. Sebagaimana perkembangan penyakit. Bercak melingkar dapat tumbuh sampai setengah inci atau diameternya lebih besar dan biasanya abu-abu, cokelat keabu-abuan atau berwarna mendekati hitam (Sudarma, 2016).
Penyakit tepung berbulu
Penyakit tepung berbulu umumnya terdapat pada tanaman sayuran muda seperti sawi jabung, turnip, radis, kubis, dan kubis bunga (Singh, 1980). Penyakit ini tersebar luas di berbagai negara penanam kubis dan bangsa kubis lainnya (Cruciferae) seperti Indonesia, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Di Indonesia, penyakit ini mulai diketahui dan diperhatikan sejak tahun 1974 (Semangun, 1989).
Penyakit tepung berbulu disebabkan oleh jamur Peronospora parasitica Pers. ex. Fr. (Singh 1980), yang membentuk konidiofor melalui mulut kulit (stomata), bercabang-cabang dikotom enam sampai delapan kali, sehingga keseluruhannya mirip dengan pohon dan tingginya 100-300 μm (mikron). Konidium berbentuk jorong atau bulat telur, hialin, dengan ukuran (24-27) μm (mikron). Konidium berbentuk jorong atau bulat telur, hiralin, dengan ukuran (24-27) μm x (15 x 20) μm. Konidium mudah lepas dan berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah.
Klasifikasi dari patogen jamur penyebab penyakit tepung berbulu pada tanaman kubis dimsukkan ke dalam kerajaan: Fungi, filum: Oomycota, kelas: Oomycetes, ordo: Peronosporales, familia: Peronosporaceae, genus: Peronospora, spesies: Peronospora parasitica Pers. ex. Fr. (Sudarma, 2016).
Di negara-negara lain P. parasitica membentuk oospora di dalam jaringan tumbuhan. Oogonium bulat dan hialin serta dibuahi oleh satu anteridium. Oospora bulat, dengan garis tengah 26-43 μm, terbungkus oleh lipatan-lipatan berbincul-bincul. Oospora berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah. Adanya oospora jamur ini di Indonesia belum pernah dilaporkan. P. parasitica adalah parasit obligat. Miseliumnya hanya berkembang di sela-sela sel dan membentuk haustorium yang masuk ke dalam rongga sel. Haustorium berbentuk gada atau berbentuk jari, bercabangcabang, kadang-kadang sangat besar, sehingga hampir memenuhi rongga sel.
Jamur ini mempunyai tanaman kubis dan kubis bunga, dan ada yang hanya menginfeksi petsai (Semangun, 1989). Jamur ini dapat bertahan dari musim ke musim di Indonesia karena selalu terdapat tanaman kubis dan kubis bunga di lapangan. Ras yang dapat menyerang kubis mempunyai sifat yang agak khusus, sehingga mungkin tidak dapat bertahan pada tumbuhan lain. Di negara-negara lain, P. parasitica terutama bertahan dalam bentuk oospora dalam sisa-sisa tanaman sakit di dalam tanah. Selain itu biji kubis dapat terkontaminasi dan dapat menularkan penyakit ke persemaian. Di persemaian atau di pertanaman kubis, konidium dipencarkan oleh angin. Penyakit tepung berbulu sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Penyakit ini berkembang paling baik pada suhu 10-15 oC, pada cuaca mendung atau di tempat yang teduh, sehingga embun terdapat sepanjang hari (Walker, 1952). Penyakit ini lebih banyak terdapat di persemaian. Namun, agar berbeda dengan penyakit tepung berbulu pada umumnya, daun tua ternyata lebih rentan terhadap penyakit ini (Semangun, 1989).
Penyakit tepung berbulu terutama timbul di persemaian, meskipun kadang-kadang juga terdapat pada tanaman di lapangan. Penyakit ini dicirikan oleh adanya bercak bercak yang berwarna coklat-keunguan pada permukaan bawah daun. Dari sisi atas daun terlihat bahwa jaringan di antara tulang-tulang daun menguning, mirip dengan gejala yang terjadi karena kekurangan unsur hara tertentu. Selanjutnya bagian yang menguning berubah menjadi coklat-ungu dan tekstur daun menjadi seperti kertas, daun-daun bawah dapat rontok. Pada permukaan bawah daun terdapat kapang putih seperti tepung (Singh, 1980).
Penyakit Busuk Lunak
Penyakit busuk lunak atau busuk basah (soft rot) disebabkan oleh mikroorganisme dari golongan bakteri, yaitu bakteri Erwinia carotovora. Bagian tanaman yang diserang adalah batang tanaman dan krop. Bakteri ini, disamping menyerang tanaman di lapangan juga dapat menyerang hasil panen pada saat penyimpanan serta pengangkutan sebagai penyakit pasca panen. Bakteri dapat menginfeksi secara langsung ke tanaman melalui luka-luka, baik luka akibat peralatan akibat peralatan mekanis pada saat melakukan penyiangan dan pendangiran maupun luka non mekanis (Pracaya, 1997).
Bakteri E. carotovora pv. carotovora (Jones) Dye, 1978, yang dahulu lazim disebut sebagai E. carotovora (Jones) Holland berbentuk batang yang berukuran 0,7 μm x 1,5 μm, mempunyai bulu cambuk 2,6 peritrich, tidak membentuk spora atau kapsula, bersifat gram negatif, dan bersifat aerob fakultatif. Pada umumnya, infeksi terjadi melalui luka atau lentisel. Infeksi dapat terjadi melalui luka-luka karena gigitan serangga atau karena alat-alat pertanian. Larva dan imago lalat buah (Bactrocera spp.) dapat menularkan bakteri, karena serangga ini membuat luka dan mengandung bakteri di dalam tubuhnya (Semangun, 1989).
Klasifikasi dari patogen bakteri penyebab penyakit busuk lunak pada tanaman kubis dimasukkan ke dalam kerajaan: Bacteria, filum: Proteobacteria, kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Enterobacteriales, familia: Enterobactericeae, genus: Erwinia, spesies: Erwinia carotovora pv. carotovora (Sudarma, 2016).
Di dalam simpanan dan pengangkutan, infeksi penyakit busuk lunak terjadi melalui luka karena gesekan dan sentuhan antara bagian tanaman yang sehat dengan yang sakit. Pembusukan karena serangan penyakit ini berlangsung dengan cepat dalam udara yang lembab dan pada suhu yang relatif tinggi. Dalam lingkungan demikian, dalam waktu singkat seluruh bagian tanaman yang terinfeksi membusuk, sehingga mati (Sastrosiswojo, Uhan dan Sutarya, 2005). Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan penyakit ini pada tanaman di dataran rendah lebih besar daripada di dataran tinggi (Semangun, 1989).
Gejala yang umum terdapat pada tanaman kubis dan kerabatnya yang terserang penyakit busuk lunak adalah busuk basah, berwarna coklat atau kehitaman pada daun, batang, dan umbi (Sastrosiswojo, Uhan dan Sutarya, 2005). Tanaman kubis yang terserang E. carotovora memperlihatkan gejala busuk berwarna hitam pada daun-daun pembungkus krop. Pembusukan juga terjadi pada pangkal krop, sehingga krop mudah dilepas dari batang kubis. Pada bagian yang terinfeksi mula-mula terjadi bercak kebasahan. bercak membesar dan mengendap (melekuk), bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua kehitaman. Jika kelembaban tinggi, jaringan yang sakit tampak kebasahan, berwarna krem atau kecoklatan, dan tampak agar berbutir-butir halus. Di sekitar bagian yang sakit terjadi pembentukan pigmen coklat tua atau hitam. Jaringan yang membusuk pada mulanya tidak berbau. Namun, dengan adanya serangan bakteri sekunder, jaringan tersebut menjadi berbau khas yang menusuk hidung (Djatnika, 1993).
Penyakit Busuk hitam
Penyakit busuk hitam (black rot) atau busuk coklat atau bakteri hawar daun atau bakteriosis (Djatnika, 1993) merupakan penyakit penting di Malaysia, Thailand, Filipina, dan Indonesia. Di Indonesia, daerah pencar penyakit ini adalah di Pulau Jawa, Sumatera, dan Sulawesi. Tanaman kubis dan hampir semua anggota familia Cruciferae dapat menjadi tumbuhan inang Xanthomonas campestris pv. campestris penyebab penyakit busuk hitam. Bakteri ini berbentuk batang, berukuran (0,7-3,0) μm x (0,4-0,5) μm, membentuk rantai, berkapsula, tidak berspora, dan bergerak dengan satu flagelum polar (Semangun, 1989).
Bakteri penyebab penyakit busuk hitam mempertahankan diri dari musim ke musim pada biji-biji kubis, dalam tanah, pada tumbuhan inang lain, atau dalam sisasisa tanaman sakit. Bakteri ini masuk ke dalam tanaman kubis melalui pori air (hidatoda, emisaria) yang terdapat pada ujung-ujung berkas pembuluh di tepi-tepi daun. Bakteri ini terbawa masuk bersama-sama air gutasi yang terisap kembali ke dalam pembuluh melalui pori air pada pagi hari. Infeksi melalui mulut kulit jarang terjadi. Bakteri ini dapat juga masuk ke dalam tanaman melalui luka-luka pada daun. Infeksi melalui perakaran tanaman jarang terjadi (Semangun, 1989).
Klasifikasi dari patogen bakteri penyebab penyakit busuk hitam pada tanaman kubis dimasukkan ke dalam kerajaan : Bacteria, filum: Proteobacteria, kelas: Gammaproteobacteria, ordo: Xanthomonadales, familia: Xanthomonadaceae, genus: Xanthomonas, spesies : Xanthomonas campestris pv. campestris (Sudarma, 2016).
Gejala serangan X. campestris pv. campestris pada tanaman kubis adalah mulamula terdapat daerah-daerah yang berwarna kuning dan pucat di tepi-tepi daun, kemudian meluas ke bagian tengah. Di daerah ini tulang-tulang daun berwarna coklat tua atau hitam (Semangun, 1989). Pada tanaman kubis dewasa, gejala khas yang terserang X. campestris pv. campestris adalah adanya bercak kuning yang menyerupai huruf V di sepanjang pinggir daun mengarah ke tengah daun (Djatnika, 1993). Pada serangan yang berat, seluruh daun menguning dan mudah luruh (gugur) sebelum waktunya.
Pada tingkatan yang telah lanjut, penyakit ini meluas terus melalui tulang-tulang daun dan masuk ke dalam batang. Pada penampang melintang tulang daun atau batang yang sakit tampak berkas pembuluh yang berwarna gelap. Jaringan helaian daun yang sakit mengering, menjadi seperti selaput, dengan tulang-tulang daun berwarna hitam. Umumnya penyakit menyerang mulai dari daun-daun bawah dan dapat menyebabkan gugurnya daun satu per satu. Penyakit ini dapat menyebabkan busuk kering, yang dalam keadaan lembab karena serangan jasad sekunder, dapat berubah menjadi busuk basah yang mengeluarkan bau tidak enak (Semangun, 1989).
Demikian artikel mengenai Mengenal Lebih Dekat Kubis, mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semuanya. Sekian dan terimakasih.